Home Olahraga Jogging Jadi Gaya Hidup Gen Z

Jogging Jadi Gaya Hidup Gen Z

118
0

Di era modern seperti sekarang, gaya hidup sehat mulai jadi perhatian utama, terutama bagi kaum muda, alias Gen Z. Salah satu aktivitas yang sedang digandrungi adalah jogging, kegiatan lari santai yang tidak hanya menyehatkan tubuh tapi juga bisa memperbaiki mood dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Meski terlihat sederhana, jogging sebenarnya memiliki sejarah panjang yang menarik. Kata “jogging” mulai populer pada tahun 1960-an di Amerika Serikat sebagai bentuk latihan fisik yang mudah diakses oleh siapa saja, tanpa memerlukan perlengkapan khusus atau tempat khusus. Awalnya, jogging dikenal sebagai latihan untuk pelari profesional, tapi lama-kelamaan menjadi tren gaya hidup sehat yang menyebar ke seluruh dunia, termasuk di kalangan generasi muda seperti Gen Z.

Salah satu cerita inspiratif datang dari Bella, seorang pekerja kantoran yang rutin jogging setiap Sabtu sore di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Bella memulai rutinitas joggingnya bukan hanya sebagai tren, tapi sebagai kebutuhan untuk memperbaiki gaya hidupnya yang sempat buruk dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit.

Fenomena seperti Bella bukan hal yang asing. Dalam beberapa tahun terakhir, jogging telah berkembang dari sekadar kegiatan olahraga menjadi bagian dari gaya hidup bagi banyak anak muda, khususnya generasi Z. Mereka tak lagi melihat olahraga ini sebagai rutinitas melelahkan, melainkan sebagai cara untuk menyeimbangkan hidup, menjaga kesehatan mental, hingga membentuk citra diri yang positif.

Awal Perubahan: Dari Gaya Hidup Buruk ke Semangat Baru

Bella mengaku tidak selalu menjadi seseorang yang aktif secara fisik. “Aku mulai rutin jogging sejak bulan Juni lalu,” tuturnya saat ditemui di area GBK. Ceritanya dimulai dari pengalaman pribadi yang cukup berat “Aku sempat dirawat di rumah sakit di bulan Juni, itu karena gaya hidupku yang buruk, jarang gerak dan olahraga,” ungkap Bella. Setelah keluar dari rumah sakit, ia mulai mengambil langkah serius untuk memperbaiki kesehatannya dengan rutin jogging, terutama di sore hari antara pukul 18.00-19.00.

“Waktu itu aku jarang banget bergerak, apalagi olahraga. Pola makan berantakan, kerja di depan laptop terus. Sampai akhirnya tubuh aku ngasih peringatan. Awalnya aku cuma pengen memperbaiki lifestyle. Tapi lama-lama, jogging jadi kebutuhan,” ungkapnya.

Rutinitas di Tengah Kesibukan: Antara Pekerjaan dan Konsistensi

Sebagai seorang pekerja kantoran, Bella menghabiskan sebagian besar waktunya dari Senin hingga Jumat untuk bekerja. “Jadi biasanya aku jogging seminggu sekali, di hari Sabtu sore jam enam sampai tujuh,” katanya.

Mungkin bagi sebagian orang, seminggu sekali terdengar sedikit. Namun, bagi Bella yang sering lembur dan pulang malam, waktu sejam setiap Sabtu itu adalah momen berharga untuk dirinya sendiri. “Tantangan terbesarku adalah waktu dan konsistensi. Setelah capek kerja full lembur dari Senin sampai Jumat, kadang aku merasa malas untuk jogging di Sabtu pagi,” ujarnya jujur. Namun, ia punya trik sendiri untuk memotivasi dirinya agar tetap semangat.

 “Biasanya aku motivasiin diri sendiri. Aku bilang ke diri aku, ‘Ayo, mau punya kulit bagus gak? Kalau males-malesan lagi ya siap-siap beruntusan lagi!’” katanya sambil tertawa kecil.

Motivasi sederhana itu ternyata cukup ampuh membuatnya kembali berlari.

Manfaat yang Terasa Nyata: Dari Kulit Sehat hingga Pernapasan Lebih Baik

Banyak yang menganggap jogging hanya bermanfaat untuk kebugaran fisik, tapi Bella menemukan lebih dari itu. Salah satu hal yang paling ia rasakan justru adalah perubahan pada kesehatan kulitnya.

“Dulu kulit aku gampang banget breakout dan beruntusan. Tapi sejak rutin jogging, kulit aku jadi lebih sehat, kencang, dan segar,” ceritanya dengan antusias.

Ia mengakui bahwa keringat yang keluar saat berolahraga membantu mengeluarkan racun dalam tubuh dan memperlancar sirkulasi darah, sehingga kulit terlihat lebih cerah alami. “Jadi walaupun berkeringat, hasilnya justru kulit makin sehat,” tambahnya.

Selain itu, manfaat lain yang ia rasakan adalah peningkatan kualitas pernapasan. “Dulu aku kalau jalan dikit aja suka ngos-ngosan. Sekarang udah enggak, karena udah terbiasa jogging dan paru-paru lebih kuat,” ungkap Bella.

Bagi Bella, jogging bukan hanya aktivitas fisik, tapi bentuk investasi jangka panjang bagi kesehatan tubuh dan mentalnya.

Dukungan Sosial: Pengaruh Lingkungan Teman Kerja

Di tengah kesibukan dunia kerja yang sering kali menuntut produktivitas tinggi, Bella merasa beruntung karena dikelilingi oleh rekan-rekan kerja yang memiliki kesadaran serupa terhadap gaya hidup sehat.

“Teman-teman kantor aku juga banyak yang suka jogging. Mereka sering sharing pengalaman atau rute favorit di kantor,” ujarnya.

Meski kebanyakan dari mereka tinggal jauh dan jarang bisa jogging bersama, komunikasi dan dukungan moral tetap terjalin. “Aku biasanya jogging sendiri di GBK, tapi obrolan di kantor soal olahraga itu bikin semangat banget. Rasanya punya komunitas kecil yang saling nyemangatin,” tambahnya.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana lingkungan sosial berperan penting dalam membentuk pola hidup sehat generasi muda. Banyak anak muda kini termotivasi bukan hanya oleh keinginan pribadi, tapi juga oleh influence dari teman, komunitas, bahkan tren media sosial.

GBK: Simbol Ruang Gerak Generasi Aktif

Gelora Bung Karno (GBK) kini bukan sekadar arena olahraga nasional. Kawasan ini telah menjadi ikon ruang publik bagi warga Jakarta, khususnya anak muda untuk berolahraga, bersosialisasi, dan melepas penat.

Bagi Bella yang tinggal di kost sekitar Senayan, GBK menjadi pilihan utama. “Dekat dari kost, tempatnya luas, dan suasananya nyaman. Jadi ya paling sering jogging di sini,” katanya.

Saat ditanya tentang fasilitas umum di kawasan tersebut, Bella menilai semuanya sudah cukup memadai. “Aku gak terlalu pakai fasilitas kayak parkir karena biasanya naik TransJakarta. Tapi toilet dan loker di sini menurut aku udah oke banget,” ujarnya.

Fasilitas publik yang baik memang menjadi salah satu faktor penting yang mendorong anak muda untuk tetap aktif berolahraga. Di GBK, para jogger tidak hanya berlari, tapi juga menikmati suasana kota, bertemu orang baru, hingga sekadar mengambil foto untuk media sosial.

Jogging dan Kesehatan Mental: Antara Mitos dan Fakta

Saat ditanya apakah jogging bisa memperbaiki suasana hati, Bella menjawab dengan jujur, “Kalau aku pribadi sih biasa aja, gak terlalu berpengaruh ke mood.” Namun, ia menambahkan bahwa beberapa temannya justru merasakan hal yang berbeda. “Kata mereka, jogging bikin mood lebih bagus,” ujarnya.

Secara ilmiah, jogging memang terbukti bisa meningkatkan produksi endorphin, hormon bahagia yang membantu mengurangi stres dan kecemasan. Bagi sebagian orang, terutama yang hidup di lingkungan kerja penuh tekanan, aktivitas fisik ringan seperti jogging menjadi pelarian sehat dari stres.

Walau Bella tidak merasakannya secara signifikan, ia mengakui bahwa jogging tetap menjadi momen refleksi diri. “Rasanya kayak punya waktu buat diri sendiri aja. Sambil denger musik, mikir, atau bahkan gak mikir apa-apa,” katanya.

Motivasi dan Kutipan yang Menggerakkan

Salah satu hal menarik dari Bella adalah caranya memotivasi diri sendiri. Ia punya satu kalimat sederhana yang selalu ia pegang setiap kali rasa malas datang:

“Lebih baik tersiksa sekarang daripada nanti tersiksa waktu tua.”

Kutipan itu, katanya, menjadi pengingat agar tidak menunda-nunda hidup sehat. “Kadang orang suka mikir ‘ah nanti aja olahraga’, tapi nanti bisa-bisa keburu sakit. Aku gak mau ngalamin itu lagi,” tegasnya.

Bagi Bella, olahraga bukan sekadar urusan fisik, tapi soal tanggung jawab dan kedisiplinan terhadap diri sendiri. “Harus punya goals juga. Kalau gak punya tujuan, nanti gampang nyerah,” tambahnya.

Mengejar Target: Dari Kecepatan hingga Konsistensi

Setiap pelari punya targetnya masing-masing, begitu pula dengan Bella. “Aku pengen pace-nya makin bagus setiap minggu,” katanya. Pace adalah istilah dalam dunia lari yang mengukur waktu tempuh per kilometer.

Namun, dengan jadwal kerja yang padat dan waktu latihan hanya seminggu sekali, Bella menyadari progresnya tidak secepat yang diharapkan. “Tapi aku tetap bersyukur, karena dibanding awal, udah jauh lebih baik,” ucapnya dengan senyum bangga.

Baginya, yang terpenting bukan seberapa cepat ia berlari, tapi seberapa konsisten ia bisa menjaga rutinitasnya. “Olahraga itu kayak hubungan. Kalau gak dijaga, bisa hilang rasa semangatnya,” katanya sambil tertawa kecil.

Generasi Z dan Fenomena Gaya Hidup Aktif

Fenomena seperti Bella menggambarkan perubahan besar dalam cara pandang generasi muda terhadap kesehatan. Dahulu, olahraga sering dianggap sebagai kegiatan berat atau membosankan. Kini, berkat pengaruh media sosial dan meningkatnya kesadaran akan self-care, olahraga menjadi bagian dari gaya hidup yang trendy.

Jogging, misalnya, kini identik dengan gaya hidup modern, berpakaian athleisure, memamerkan pencapaian di aplikasi tracking run, hingga berfoto di tempat ikonik seperti GBK. Namun, di balik semua itu, ada kesadaran baru bahwa tubuh sehat adalah fondasi dari kehidupan yang produktif.

Generasi Z adalah kelompok yang paling cepat meningkatkan partisipasi dalam aktivitas olahraga ringan. Mereka cenderung memilih kegiatan yang fleksibel, murah, dan bisa dilakukan kapan saja,  persis seperti jogging.

“Sekarang kan orang banyak kerja di depan laptop, duduk seharian. Jadi olahraga ringan kayak jogging tuh penting banget buat ngimbangin gaya hidup sedentari,” ujar Bella.

Antara Tren dan Kebutuhan

Ketika ditanya apakah jogging baginya hanyalah tren atau kebutuhan, Bella menjawab tegas, “Menurut aku jogging itu kebutuhan.”

Ia menambahkan bahwa jogging membawa banyak manfaat nyata bagi dirinya, baik dari segi fisik maupun mental. “Selain bikin kulit sehat, juga bagus buat pernapasan. Dulu aku gampang banget ngos-ngosan, tapi sekarang udah enggak,” jelasnya.

Pernyataannya menggambarkan esensi dari perubahan gaya hidup banyak anak muda masa kini, bahwa mereka mulai memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan, kesehatan, dan waktu pribadi.

Jogging bukan lagi sekadar tren yang muncul karena media sosial, tapi telah menjadi simbol kesadaran diri dan perawatan tubuh di tengah gaya hidup modern yang serba cepat.

Pesan untuk Pemula: Mulai Sekarang, Jangan Nanti

Sebelum wawancara berakhir, Bella memberi pesan untuk para pemula yang ingin mulai jogging tapi masih ragu. “Mulai aja dulu, gak usah mikirin jarak atau kecepatan. Yang penting jalan dulu. Nikmatin prosesnya,” katanya lembut. Menurutnya, hal terberat bukanlah berlari satu kilometer pertama, tapi mengalahkan rasa malas di kepala sendiri. “Setelah kamu mulai, tubuh kamu bakal berterima kasih,” tambahnya.

Penutup: Jogging Sebagai Refleksi Hidup Sehat Kaum Gen Z

Bella hanyalah satu dari banyak cerita serupa yang kini bisa ditemukan di berbagai taman kota dan area publik. Dari mahasiswa hingga pekerja kantoran, dari yang sekadar ikut tren hingga yang benar-benar mengubah hidupnya, jogging telah menjadi simbol pergeseran budaya hidup sehat di kalangan anak muda.

Generasi Z mungkin dikenal sebagai generasi digital, tapi di tengah derasnya arus teknologi dan pekerjaan yang serba cepat, mereka justru menemukan cara sederhana untuk kembali terkoneksi dengan tubuh dan alam, lewat langkah-langkah kecil yang mereka ayunkan di lintasan jogging.

Jogging bukan sekadar olahraga. Ia adalah manifestasi dari kesadaran baru, bahwa tubuh bukan mesin yang bisa terus dipaksa bekerja tanpa dirawat, dan bahwa hidup sehat adalah hak sekaligus tanggung jawab setiap individu.

Seperti kata Bella, “Lebih baik tersiksa sekarang daripada nanti tersiksa waktu tua.” Kalimat sederhana itu menjadi refleksi mendalam tentang semangat generasi muda masa kini, berani memulai, berani berubah, dan berani menjaga diri sendiri.

Amelia Putri Vinata

2371510112